Selasa, 27 Oktober 2009

LPD Lukluk, Lembaga Perkreditan Desa Tertua di Bali

DENPASAR, NusaBali
Senin, 31 Agustus 2009

LEMBAGA Perkreditan Desa (LPD) mulai familiar di Bali sejak awal 1990-an. LPD ini ada di hampir semua desa adat di Bali. Lembaga keuangan binaan BPD Bali ini dikelola sepenuhnya oleh, dari, dan untuk desa adat. Karena itu, pemberian kredit pun hanya diperuntukkan buat krama desa adat setempat, dan umumnya tanpa agunan.

LPD Lukluk termasuk LPD tertua dan salah satu yang tersukses di Bali saat ini. LPD tertua ini menjadi aset Desa Adat Lukluk, Kecamatan Mengwi, Badung. LPD Lukluk berdiri pada 2 Januari 1985, bersamaan dengan dibentuknya masing-masing 1 unit LPD di 7 kabupaten lainnya di Bali saat itu---Denpasar belum masuk, karena kala itu masih menyatu dengan Kabupaten Badung.

Keberadaan LPD Lukluk, yang berlokasi di kawasan Pasar Tradisional Lukluk, memiliki sejarah panjang hingga mampu memainkan peranan sentral sektor perekonomian krama desa setempat seperti sekarang. Awalnya, LPD Lukluk beroperasi dengan modal awal hanya Rp 2 juta. Tapi kini, LPD Lukluk sudah mampu mengeluarkan kredit puluhan juta rupiah. Masyarakat yang dilayani LPD tertua ini adalah krama dari lima banjar di Desa Adat Lukluk,yakni Banjar Perang, Banjar Badung, Banjar Tengah, Banjar Batusari, dan Banjar Delod Penempatan. Dengan adanya simpan-pinjam di LPD Lukluk, krama setempat dapat merencanakan usaha ekonomi produktif.

Bukan hanya itu. LPD Lukluk juga mampu menyumbang proyek renovasi dan bangunan di desa setempat, seperti perbaikan pura desa dan sebagainya. LPD Lukluk juga ikut meringankan krama setempat untuk biaya aci piodalan di pura tri kahyangan.

Menurut perintis yang sekaligus Ketua LPD Lukluk (pertama), I Nyoman Sarna, 69, LPD yang pernah dipimpinnya ini memiliki cerita panjang dalam 24 tahun perjalanannya. Nyoman Sarna mengisahkan, pembentukan LPD tertua ini berawal tahun 1984 silam, ketika Desa Adat Lukluk terpilih sebagai desa adat terbaik pada lomba desa tingkat kabupaten Badung dan juara III tingkat provinsi.

Melihat prestasi yang ditorehkan tersebut, maka Desa Lukluk dipercaya sebagai tempat rintisan berdirinya LPD pertama di Badung bersama 7 LPD lainnya yang tersebar di kabupaten se-Bali. Akhirnya, LPD Lukluk resmi berdiri pada 2 Januari 1985.

Menurut Sarna, modal awal LPD Lukluk hanya Rp 2 juta, yang merupakan gelontoran dari gubernur (waktu itu Prof Dr Ida Bagus Mantra). Selain dari provinsi, LPD Lukluk juga mendapatkan bantuan dari Bupati Badung, berupa peralatan senilai Rp 1,9 juta, serta sumbangan dari desa adat sebesar Rp 2 juta.

“Namanya juga LPD pertama, tentu cukup sulit mengelolanya. Apalagi, kami belum pengalaman. Belum lagi soal pengenalan LPD kepada masyarakat,” kenang Sarna saat ditemui NusaBali di kediamannya, Desa Lukluk, Sabtu (29/8). Sarna mengatakan, proses sosialisasi LPD menjadi tugas pertamanya selaku ketua saat itu. Apalagi, saat itu masyarakat belum mengenal LPD. Sarna dan jajaran pengurus LPD kala itu juga menggedor krama setempat, apalagi budaya menabung masih terbilang minim.

Menurut Sarna, banyak kendala yang dialami saat awal-awal berdirinya LPD Lukluk. Apalagi, pengurus yang ada saat itu hanya 3 orang, terdiri dari ketua LPD, kasir, dan tata usaha. Dalam kondisi serba terbatas itu, Sarna selaku Ketua LPD Lukluk berupaya membuat terobosan baru. Salah satunya, membuat kotak-kotak persegi yang ditaruh di depan pintu rumah masing-masing warga. “Setelah tiga hari, kotak-kotak berisi uang tersebut dibuka untuk disetor ke LPD Lukluk,” tuturnya. Tidak hanya itu. Menurut Sarna, saat perekrutan pegawai pertama pun, sama sekali tidak ada krama Desa Lukluk yang mengajukan lamaran. Akhirnya, LPD Lukluk bisa menambah tiga pegawai dengan job penarikan. Selain itu, kata Sarna, minimnya peralatan juga membuat pengurus LPD Lukluk harus bekerja ekstra. Setahun kemudian, barulah masyarakat setempat memahami mengenai LPD Lukluk, sehingga mereka langsung datang ke kantor LPD. “Kalau mengenai sosialisasi, kita libatkan kelian banjar dan langsung melakukan pendekatan dengan masyarakat. Kalau dulu, adat menjadi hal yang paling utama. Ini yang membuat LPD semakin mudah masuk di masyarakat, karena ada rasa memiliki.

Masyarakat tahu LPD itu milik desa adat,” beber Sarna. Seiring dengan kian pahamnya masyarakat mengenai LPD, menurut Sarna, aktivitas simpan pinjam di LPD Lukluk pun semakin lancar. Dari modal awal hanya Rp 2 juta, LPD bisa meminjamkan uang sampai Rp 500.000. Bahkan, sekarang bisa meminjamkan puluhan juta rupiah.

Proses pinjaman uang di LPD pun tidak berbelit-belit. Hanya bermodalkan persetujuan dan sepengetahuan kelian banjar masing-masing, pengajuan pinjaman uang krama setempat bisa diproses. Dalam perkembangan saat ini, LPD Lukluk bisa meminjamkan dana hingga puluhan juta rupiah.

“Semua mengetahui LPD itu milik desa adat. Kalau mau pinjam, tidak banyak syaratnya. Asalkan diketahui kelian banjar, maka bisa diproses, tanpa jaminan (agunan) apa pun. Kredit iprioritaskan untuk mendukung usaha krama asli (Lukluk),” kata Sarna.

Hingga saat ini, LPD Lukluk masih memposisikan diri sebagai salah satu sumber pendapatan utama desa setempat. Meskipun kondisi perekomonian makro cukup dinamis, namun LPD ini tetap eksis. LPD Lukluk tidak terpengaruh oleh krisis global, bahkan mereka mampu bersaing dengan bank-bank konvensional. Menurut Sarna, hal ini terkait dengan manajemen yang baik. Walhasil, LPD Lukluk hingga sekarang berkategori LPD cukup sehat. Kontribusi keuntungan yang disisihkan LPD Lukluk bisa membebaskan krama setempat dari kewajiban membayar urunan perawatan dan perbaikan pura tri kahyangan maupun pembangunan fasilitas lainnya. Krama Desa Adat Lukluk kini mencapai 600 KK.

“Dalam hal apa pun, LPD Lukluk belum pernah sampai masuk kategori sakit. Memang pernah kurang sehat, karena seret alur pembayaran kredit. Namun, itu bukan unsur kesengajaan dari warga, tapi lebih pada keadaan ekonomi yang sulit, hingga usahanya bangkrut,” jelas Sarna yang sempat selama 19 tahun mengemban tugas sebagai Ketua LPD Lukluk.

kambali zutas